Sumselmerdeka.com-Palembang, Kegiatan eksplorasi sumur baru minyak dan gas (Migas) di Sumatera Selatan terus dilakukan. Tak hanya oleh perusahaan negara seperti Pertamina, tapi juga milik swasta seperti Medco, Seleraya dan Repsol pada tahun ini. Setidaknya, empat perusahaan ini terus berkegiatan menemukan potensi baru migas.
“Tahun ini ada empat perusahaan yang melakukan eksplorasi, Pertamina Eksplorasi Asset 2 melakukanya di Muara Enim, Prabumulih dan Pali,” ujar Hendriansyah, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sabtu(21/08/2021).
Sementara Medco South Sumatera Region akan melakukan eksplorasi di empat daerah, Lahat, Muara Enim, Mura dan Pali. Seleraya Merangin 2 eksplorasi di Muratara dekat perbatasan Jambi.
Sedangkan Repsol masih terus melakukanya di Saka Kemang, Muba.
“Repsol masih terus mendalami peluang sumur yang ingin dicari, yang diduga punya potensi. Ini merupakan eksplorasi lanjutan,” terangnya.
Empat perusahaan yang melaksanakan ini sempat menunda karena adanya pandemi Covid-19 dan menurunnya harga minyak dunia tahun lalu.
“Sekarang lanjut lagi,” tambahnya.
Upaya eksplorasi itu dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah dalam menjaga ketersediaan energi migas. Katanya, luas wilayah kerja Repsol pada izin pertamanya diberikan 2.682,79 kilometer persegi.
“Dari luas itu, yang dipertahankan hanya 536,32 Km2 atau hanya 20 persennya saja karena tidak ditemukan cadangan migas,” ungkapnya.
Ia menyebut, lapangan Saka Kemang punya potensi cadangan gas sangat besar, mencapai 527 billion square cubic feet (BSCF). Jika sesuai rencana, produksi gas dan kondensat yang dilakukan Repsol dimulai 2023 mendatang.
“Produksi itu sesuai dengan kajian yang dilakukan, gas dan kondensat. Untuk laju produksi puncaknya mencapai 85 MMSCFD dan 34 BCPD. Lama produksi 16 tahun atau dari 2023-2038,” katanya.
Lanjutnya, Repsol telah melaksanakan POD (plan of development) tahap I dan saat ini tinggal menyelesaikan POD II.
“POD tahap I sudah mendapat persetujuan dari Dirjen Migas, sekarang tinggal proses tahap II,” bebernya.
Menurutnya, pencarian lapangan migas baru harus terus dilakukan karena sifat sumur migas semakin lama makin turun grafik decline-nya. “Misal dari 1.000 akan turun ke 700, 300 barel per hari,” tambahnya.
Oleh karena itu, jika tidak ditemukan cadangan migas baru, diprediksi 10 tahun kedepan bisa habis.
“Terkadang, dari 10 sumur yang dieksplorasi dan di bor hanya dapat satu, apalagi posisi sumur di Sumsel sudah banyak yang di eksplor oleh sejumlah perusahaan, baik Pertamina, Conoco dan sebagainya,” ungkapnya lagi.
Diungkapkannya, pada 2019 lalu, produksi migas di Sumsel cukup baik dibandingkan 2020. Dirincikannya, produksi minyak 2019 mencapai 20.116,23 ribu barel dan gas 542.079,15 ribu MMBTU. Sedangkan 2020, produksi minyak hanya mencapai 18.725,83 ribu barel dan gas 489.899,09 ribu MMBTU. Sementara triwulan I tahun ini, realisasi minyak baru mencapai 4.336,75 ribu barel dan gas 133.603,79 ribu MMBTU.
“Target 2021 ini untuk minyak naik menjadi 19.892,12 ribu barel dan gas 497.426,88 ribu MMBTU. Triwulan I minyak baru tercapai 21 persen, sedangkan gas 26,86 persen. Masih on the track, tapi tak bisa juga diprediksi secara teknis jika ada masalah di sumur. Biasanya, capaian gas kisaran 80-100 persen dari target, sementara minyak bisa 100 persen,” jelasnya.
Menurutnya, tidak tercapainya target biasa ada kendala perawatan pipa atau hal lainnya. Dari data miliknya, produksi migas terbesar ada di Muba. Tahun lalu, produksi minyak Muba memberi kontribusi 60 persen, sedangkan gas kisaran 80 persen.